madrasah

Sunday, May 20, 2018

Anotasi Putusan Praperadilan Putusan Nomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel





Permohonan praperadilan yang diajukan oleh  Masyarakat Anti Korupsi (MAKI)



Oleh: Dhona El Furqon

I.             Posisi Kasus

Pada 16 Juli 2014, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan Budi Mulya mantan deputi gubernur Bank Indonesia (BI),  terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia diganjar hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Menurut hakim, perbuatan Budi Mulya menyebabkan kerugian negara sampai Rp8,5 triliun, mencakup FPJP sebesar Rp689,39 miliar; serta penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan Rp1,2 triliun pada Desember 2013. Kasus ini merupakan korupsi atas pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai "bank gagal berdampak sistemik"



Dalam dakwaan Jaksa KPK pada tingkat pertama, Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1 miliar dari pemberian FPJP Bank Century dan atas penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Tak hanya itu, Budi Mulya juga didakwa memperkaya pemegang saham Bank Century, Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi, sebesar Rp 3,115 miliar. Perbuatan Budi dinilai telah memperkaya PT Bank Century sebesar Rp 1,581 miliar dan Komisaris PT Bank Century Robert Tantular sebesar Rp 2,753 miliar.



Budi Mulya juga diduga menyalahgunakan wewenang secara bersama-sama dengan pejabat Bank Indonesia lainnya dalam dugaan korupsi pemberian FPJP Century, yaitu Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Siti Chalimah Fadjrijah (alm) selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, Budi Rochadi (alm) selaku Deputi Gubernur Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Hermanus Hasan dan bersama-sama pula dengan Muliaman Dharmansyah Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan dan selaku Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI, serta Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.



Atas putusan ini, Budi Mulya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun pada 3 Desember 2014, Hakim Ketua Widodo di Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Budi Mulya dari 10 menjadi 12 tahun penjara. 



Lantaran putusan ini pun, Budi Mulya kembali melakukan Kasasi ke tingkat lebih tinggi yakni Mahkamah Agung. Keputusan Mahkamah Agung pada April 2015 justru memperberat vonis terhadap mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara. 



Dalam kasus yang menyebabkan kerugian senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan Rp1,2 triliun pada Desember 2013 ini sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum terdapat juga nama nama yang disebutkan dalam dakwaan tersbut seperti mantan Gubernur BI Boediono disebutkan sebanyak 44 kali dalam dakwaan primer. Selain Boediono ada nama mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom 26 kali, dan mantan Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad disebut sebanyak 27 kali.



Sebagaimana Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Nomor 21/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Jkt.Pst. tanggal 16 Juli 2014,  atas nama terdakwa  BUDI MULYA, terlihat pada dakwaan ( halaman 211 ) “ Bahwa terdakwa BUDI MULYA…………..dst………… bersama-sama dengan BOEDIONO selaku Gubernur Bank Indonesia, MIRANDA SWARAY GOELTOM, selaku Deputy Senior Gubernur BI , SITI CHALIMAH FADJRIAH, Selaku Deputy Gubernur bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Syariah, S. BUDI ROCHADI  ( saat ini sudah almarhum ) selaku Deputy Gubernur Bidang 7 sisitim pembayaran,  pengedaran uang, BPR dan perkreditan, MULIAMAN DARMANSYAH HADAD , selaku  Deputy Gubernur Bidang 5 Kebijakan perbankan/ stabilisasi sistim keuangan  dan selaku Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ) , HARTADI AGUS SARWONO, selaku Deputy Gubernur Bidang 3 Kebjakan Moneter dan ARDHAYADI MITROATMODJO, selaku Deputy Gubernur Bidang 8 Logistik, keuangan , penyelesaian Asset, Sekretariat dan KBI serta RADEN PARDEDE, selaku sekretaris Komite Stabilitas Sistim keuangan ( KSSK ) ………………..dst….. ………” telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai sebagai suatu perbuatan berlanjut , secara melawan hukum yaitu secara bertentangan dengan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia, jo. UU No. 3 tahun 2004, tentang perubahan UndangUndang ……………..dst……… “;

Lanataran putusan ini MAKI mengajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan di mana permohonan tersebut dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan pada 09 April 2018,  yang dalam amar putusannya, Hakim tunggal PN Jaksel, Effendi Mukhtar memerintahkan termohon, yakni KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan.





II.          LEGAL STANDING PEMOHON

Dalam permohonan praperadilan yang diajukan oleh  Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), dalam hal ini pemhon mendalilkan bahwa MAKI merupakan Lembaga Swadaya masyarakat yang dalam Anggaran Dasar pada pasal 4 dan pasal 5 ayat (1), Pemohon bertujuan penegakan hukum dan pembelaan negara dalam menyelamatkan harta masyarakat dan negara;



Sementara Anggaran Dasar MAKI Pasal 5 ayat (2 dan 3), mempunya misi membela masyarakat untuk menciptakan Pemerintah yang bersih bebas dari KKN dan memberdayakan masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam Pencegahan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di NKRI;



Merujuk Pasal 6 Anggaran Dasar MAKI, Pemohon menyatakan berhak mengajukan Praperadilan kepada pihak-pihak terkait  “seperti” Kepolisian....(frasa “seperti” untuk menyebut perwakilan namun dapat mencakup semua aparat penegak hukum Penyidik termasuk  Termohon dalam perkara ini) yang diindikasikan tidak melakukan proses hukum dan atau lamban melakukan tindakan terhadap tindak pidana KKN, sehingga sah dan berdasarkan hukum Pemohon  mengajukan Praperadilan;

1.    Bahwa dalam perkara aquo terdapat dugaan KKN terhadap peristiwanya dan juga terdapat dugaan KKN dalam perkara penghentian penyidikan yang tidak sah, KKN mana diduga oleh oknum pejabat sehingga menjadikan Pemohon berkewajiban dan berwenang mengajukan Praperadilan;

2.    Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik/Penuntut dan Pihak Ketiga Berkepentingan;

3.    Bahwa siapa yang dimaksud dengan frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dimana Pemohonnya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam amar putusannya  menyatakan : Mengabulkan permohonan Pemohon; 1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; 1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, maka Pemohon memiliki kualifikasi secara hukum untuk bertindak sebagai pihakketiga yang berkepentingan untuk mengajukan Permohonan Praperadilan  a quo;



III.       Pokok Permohonan Praperadilan

persoalan pokok dalam permohonan praperadilan ini adalah bahwa Pemohon (MAKI) mendalilkan bahwa Termohon (KPK) telah melakukan seolah-olah ”penghentian penyidikan secara materil” karena membiarkan berlarut-larutnya kasus Bank Century dimana salah seorang terdakwanya Budi Mulya yang telah di vonnis oleh Pengadilan sampai pada tahap Kasasi dan telah berkekuatan  hukum tetap ( inkracht van gewijsde ) sejak  tahun 2015, akan tetapi terhadap terdakwa lainnya yang didakwa secara bersama-sama dengan terdakwa Budi Mulya tidak pernah diproses dan tidak jelas status hukumnya sehingga  dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan dan pelanggaran terhadap asas hukum pidana dan hak asasi manusia;



sebagaimana dalam petitum permohonan Pemohon pada poin 2 dan 3 yaitu agar menyatakan secara hukum TERMOHON telah melanggar ketentuan dalam Pasal 5 dan 6  UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Pasal 25 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  dan Pasal 50, 102 dan 106 KUHAP serta ketentuan perundangundangan yang berlaku dalam menangani korupsi Bank Century, sehingga pelanggaran aquo merupakan bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya atas perkara korupsi Bank Century, karena  tidak ditetapkannya Boediono , Muliaman D Hadad, Raden Pardede  dkk sebagai Tersangka dalam perkara korupsi Bank Century dan memerintahkan TERMOHON untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap  Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk dan melanjutkannya dengan Pendakwaan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat





IV.        Putusan Hakim Praperadilan

M E N G A D I L I :

DALAM EKSEPSI :

− Menolak Eksepsi Termohon seluruhnya ;

DALAM POKOK PERKARA :

1.    Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk sebagian ;

2.    Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap  Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;

3.    Menolak Permohon Pemohon Praperadilan untuk selain dan selebihnya;

4.    Membebankan biaya perkara kepada Termohon, sebesar NIHIL;



V.           Anotasi.

a.   Legal Standing Pemohon

Sebagaimana putusan MK bernomor 98/PUU-X/2012 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  dalam putusannnya dinyatakan  

Frasa ‘…pihak ketiga yang berkepentingan…’ yang terdapat dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”.



Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;



Dengan demikian putusan ini menyatakan bahwa  saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan adalah termasuk dalam pengertian "pihak ketiga yang berkepentingan" sebagaimana diatur dalam Pasal 80 KUHAP yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.



Dalam putusan MK Nomor 76/PUU-X/2012 walaupun KUHAP tidak memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, namun menurut Mahkamah, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana atau pelapor, tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian, interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal tersebut tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk menegakkan hukum pidana.  “Peran serta masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum,



Selama ini Pemohon praperadilan selama ini aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum secara umum. Selama itu juga sebelum adannya putusasn Mahkamah Konstitusi pengertian penafsiran sempit pihak ketiga berkepentingan dibatasi saksi korban dan atau saksi korban sudah diwakili oleh aparat negara yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.



Dalam permohonan praperadilan ini bernomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, Anantor berpendapat seharusnya Pengadilan Jakarta Pusat menolak permohonan praperadilan yang dimohonkan oleh MAKI, sebab dalam  hal ini mengacu kepada putusan 21/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Jkt.Pst dengan terdakwa Budi Mulya pihak yang sangat berkepentingan adalah keluarga Budi Mulya sendiri yakni istrinya atau anaknya, bukan MAKI meskipun telah ada putusan MK mengenai tentang pihak ketiga yang berkepentingan.



Praperadilan sendiri Menurut pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:

1.   sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

2.   sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3.   permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Sementara Pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:

1.    Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP).

2.    Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).



Artinya Keluargalah yang seharusnya mengajukan praperadilan karena mengapa hanya suami atau bapaknya yang didakwa dalam kasus Bank Century ini. Sementara nama-nama yang disebutkan jaksa dalam dakwaan Budi Mulya yang turut serta melakukan perbuatan yang dilakukan oleh Budi Mulya oleh KPK tidak dilakukan penyidikan lebih lanjut dalam hal ini Boediono dan kawan-kawan. Namun demikian putusan yang merintahkan termohon dalam hal ini KPK untuk melanjutkan penyidikan terhadap Bosdiono dkk setidaknya membantu keluarga dalam mencari keadilan.



b.    Kewenangan Praperadilan

Tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan Pasal 80 KUHAP yang menegaskan “bahwa tujuan dari pada praperadilan adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal.” Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.



Undang-undang telah memberi otoritas (kewenangan) kepada pejabat penyidik untuk melakukan tugas dan wewenangnya. Jika dalam pelaksanan tugas dan kewenangan itu melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, maka lembaga praperadilan yang akan menilai dari pada tindakan pejabat tersebut apakah di luar atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa Praperadilan adalah institusi yang menguji, menilai, mencari benar/ salah, sah atau tidak tindakan pejabat yang melakukan upaya paksa terhadap tersangka. Kententuan hukum kewenangan praperadilan ditegaskan dalam Pasal 1 butir 10, praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.



c.    Putusan Pengadilan melebihi kewenangangannya

Dalam hal ini, putusan Putusan Nomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel menegaskan kejelasan mengenai Penyidikan kasus Bank Century harus dilanjutkan oleh KPK yang selama ini penyidikannya masuk peti es. Sebab tidak ada alasan untuk menunda penyidikan karena alat buktinya sudah cukup seperti hasil audit BPK, adanya  saksi adanya audit dokumen-dokumen. Seharusnya KPK setelah putusan ini langsung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan.



Dalam hal apakah putusan praperadilan Nomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel melampaui batas? 



Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap  Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;



Banyak pihak menilai putusan permohonan praperadilan MAKI, telah melampaui batas kewenangan di mana hakim praperadilan dianggap telah melakukan perbuatan unprofessional conduct (bersikap tidak profesional). Dalam hal ini dalam putusannya perintah menyatakan tersangka adalah kewenangan penuntut umum. Dalam penetapan tersangak dikenal dengan istilah dominus litis (kewenangan mutlak) yang dimiliki jaksa. Faktanya, putusan tersebut hakim memutuskan di luar kewenangannya.



Anator menilai efek dari putusan praperadilan PN Jaksel yang menyimpang secara fundamental itu menimbulkan persoalan baru. Sebab, merujuk pada Perma No. 4 Tahun 2016 itu, putusan praperadilan tidak bisa diajukan upaya hukum biasa (kasasi) maupun luar biasa (PK). Seharusnya hakim mengadili dan memutus perkara sesuai batas kewenangannya. Meskipun hakim boleh bersikap progresif, tentu tak boleh pula melanggar hukum acara pidana, dalam hal ini hukum acara praperadilan. Dalam objek pemeriksaan praperadilan hanya menyangkut persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dan penetapan tersangka, bukan menetapkan tersangka baru dalam putusan praperadilan bukan kewenangan hakim.



Apakah putusan ini merupakan Penyelundupan Hukum atau fraus Legis (latin) yang artinya suatu perbuatan yang dilakukan seseorang guna mendapatkan akibat hukum tertentu (hak) berdasarkan hukum asing yang apabila didasarkan dengan hukum nasionalnya akibat hukum tersebut tidak akan terwujud. Dari pengertian tersebut kita dapat menangkap bahwa ada hakim praperadilan menginginkan suatu akibat hukum tertentu yang tidak dapat ia wujudkan di negara nasionalnya sehingga menggunakan hukum negara asing untuk mewujudkannya. Bagaimana caranya agar dapat menggunakan hukum negara asing ? seseorang dapat menggunakan hukum negara asing apabila ia sudah memenuhi syarat untuk melakukannya. Anator menilai putusan ini bukan Fraus legis, karena putusan ini menggunakan pertimbangan hukum nasional yang berlaku hanya saja sudah dijelaskan oleh anator diatas penetapan tersangka adalah kewenangan jaksa bukan hakim praperadilan.



Meski demikian, anator berpendapat putusan praperadilan tersebut tetap bisa dilaksanakan oleh KPK yakni melanjutkan penyidikan, kecuali amar perintah penetapan tersangkanya karena sebenarnya putusan praperadilan tidak memeriksa materi pokok perkara.karena perkara ini sudah 7 tahun tidak ada perkembangan dan membuat public bertanya-tanya atas proses lanjutan kasus Bank Century.  KPK harus menaati putusan ini sebab setiap putusan hakim memang harus ditaati dan dihormati dan MA  yang mewadahi profesi hakim tidak boleh melanggar independensi hakim dalam memutus perkara termasuk putusan praperadilan. Putusan hakim tidak bisa diintervensi, tetapi atasannya dapat menilai putusan tersebut. Putusan praperadilan yang telah diputus oleh hakim praperadilan tetap sah dan mengikat.



Akhir kalam anator menilai jika KPK melanjutkan penyidikan terhadap kasus ini maka, tidak mungkin Boediono dkk akan melakukan praperadilan kembali mengingat kasus Budi Mulya telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).  Di dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) berkaitan perkara pidana yaitu dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang berbunyi:

Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah :

1.    putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;

2.    putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

3.    putusan kasasi.

Dalam hal ini Budi Mulya telah melakukan upaya kasasi ke mahkamah agung dan telah diputus oleh Majelis Hakim Kasasi dengan ditolaknya Kasasi Budi Mulya sebagaimana Putusan Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 861 K/PID.SUS/2015 Tahun 2015 dan belum ada upaya peninjauan kembali.


No comments: