Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI)
Oleh:
Dhona El Furqon
I.
Posisi Kasus
Pada 16 Juli 2014, Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan Budi Mulya mantan deputi gubernur Bank
Indonesia (BI), terbukti melakukan
tindak pidana korupsi. Ia diganjar hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500
juta subsider 5 bulan kurungan. Menurut hakim, perbuatan Budi Mulya menyebabkan
kerugian negara sampai Rp8,5 triliun, mencakup FPJP sebesar Rp689,39 miliar;
serta penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7
triliun hingga Juli 2009 dan Rp1,2 triliun pada Desember 2013. Kasus ini merupakan korupsi atas pemberian
fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century dan penetapan Bank
Century sebagai "bank gagal berdampak sistemik"
Dalam dakwaan Jaksa KPK
pada tingkat pertama, Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang
IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1 miliar
dari pemberian FPJP Bank Century dan atas penetapan Bank Century sebagai bank
gagal berdampak sistemik. Tak hanya itu, Budi Mulya juga didakwa memperkaya
pemegang saham Bank Century, Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat
Ali Rizvi, sebesar Rp 3,115 miliar. Perbuatan Budi dinilai telah memperkaya PT
Bank Century sebesar Rp 1,581 miliar dan Komisaris PT Bank Century Robert
Tantular sebesar Rp 2,753 miliar.
Budi Mulya juga diduga
menyalahgunakan wewenang secara bersama-sama dengan pejabat Bank Indonesia
lainnya dalam dugaan korupsi pemberian FPJP Century, yaitu Boediono selaku
Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia, Siti Chalimah Fadjrijah (alm) selaku Deputi Gubernur Bidang 6
Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, Budi Rochadi (alm) selaku Deputi
Gubernur Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan,
serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Hermanus Hasan dan bersama-sama
pula dengan Muliaman Dharmansyah Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan
Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan dan selaku Anggota Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur
Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur
Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI, serta
Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam
proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Atas putusan ini, Budi Mulya
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun pada 3 Desember
2014, Hakim Ketua Widodo di Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Budi
Mulya dari 10 menjadi 12 tahun penjara.
Lantaran putusan ini pun,
Budi Mulya kembali melakukan Kasasi ke tingkat lebih tinggi yakni Mahkamah
Agung. Keputusan Mahkamah Agung pada April 2015 justru memperberat vonis
terhadap mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya dari 12 tahun
menjadi 15 tahun penjara.
Dalam kasus yang menyebabkan
kerugian senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan Rp1,2 triliun pada Desember
2013 ini sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum terdapat juga nama nama yang
disebutkan dalam dakwaan tersbut seperti mantan Gubernur BI Boediono disebutkan
sebanyak 44 kali dalam dakwaan primer. Selain Boediono ada nama mantan Deputi
Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom 26 kali, dan mantan Deputi Gubernur
BI Muliaman D. Hadad disebut sebanyak 27 kali.
Sebagaimana
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Nomor
21/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Jkt.Pst. tanggal 16 Juli 2014, atas nama terdakwa BUDI MULYA, terlihat pada dakwaan ( halaman
211 ) “ Bahwa terdakwa BUDI MULYA…………..dst………… bersama-sama dengan BOEDIONO
selaku Gubernur Bank Indonesia, MIRANDA SWARAY GOELTOM, selaku Deputy Senior
Gubernur BI , SITI CHALIMAH FADJRIAH, Selaku Deputy Gubernur bidang 6
Pengawasan Bank Umum dan Syariah, S. BUDI ROCHADI ( saat ini sudah almarhum ) selaku Deputy Gubernur
Bidang 7 sisitim pembayaran, pengedaran
uang, BPR dan perkreditan, MULIAMAN DARMANSYAH HADAD , selaku Deputy Gubernur Bidang 5 Kebijakan perbankan/
stabilisasi sistim keuangan dan selaku
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ) , HARTADI AGUS SARWONO,
selaku Deputy Gubernur Bidang 3 Kebjakan Moneter dan ARDHAYADI MITROATMODJO,
selaku Deputy Gubernur Bidang 8 Logistik, keuangan , penyelesaian Asset,
Sekretariat dan KBI serta RADEN PARDEDE, selaku sekretaris Komite Stabilitas
Sistim keuangan ( KSSK ) ………………..dst….. ………” telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai sebagai suatu
perbuatan berlanjut , secara melawan hukum yaitu secara bertentangan dengan
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia, jo. UU No. 3 tahun
2004, tentang perubahan UndangUndang ……………..dst……… “;
Lanataran putusan ini
MAKI mengajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan di mana
permohonan tersebut dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan pada 09 April 2018, yang dalam amar putusannya, Hakim tunggal PN
Jaksel, Effendi Mukhtar memerintahkan termohon, yakni KPK untuk melakukan
proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century
dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono,
Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan.
II.
LEGAL STANDING PEMOHON
Dalam permohonan praperadilan
yang diajukan oleh Masyarakat Anti
Korupsi (MAKI), dalam hal ini pemhon mendalilkan bahwa MAKI merupakan Lembaga
Swadaya masyarakat yang dalam Anggaran Dasar pada pasal 4 dan pasal 5 ayat (1),
Pemohon bertujuan penegakan hukum dan pembelaan negara dalam menyelamatkan harta
masyarakat dan negara;
Sementara Anggaran Dasar MAKI
Pasal 5 ayat (2 dan 3), mempunya misi membela masyarakat untuk menciptakan
Pemerintah yang bersih bebas dari KKN dan memberdayakan masyarakat untuk
membantu Pemerintah dalam Pencegahan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
di NKRI;
Merujuk Pasal 6 Anggaran
Dasar MAKI, Pemohon menyatakan berhak mengajukan Praperadilan kepada
pihak-pihak terkait “seperti”
Kepolisian....(frasa “seperti” untuk menyebut perwakilan namun dapat mencakup
semua aparat penegak hukum Penyidik termasuk
Termohon dalam perkara ini) yang diindikasikan tidak melakukan proses
hukum dan atau lamban melakukan tindakan terhadap tindak pidana KKN, sehingga
sah dan berdasarkan hukum Pemohon
mengajukan Praperadilan;
1. Bahwa dalam perkara aquo terdapat dugaan KKN terhadap
peristiwanya dan juga terdapat dugaan KKN dalam perkara penghentian penyidikan
yang tidak sah, KKN mana diduga oleh oknum pejabat sehingga menjadikan Pemohon
berkewajiban dan berwenang mengajukan Praperadilan;
2. Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang KUHAP, Praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik/Penuntut dan Pihak Ketiga
Berkepentingan;
3. Bahwa siapa yang dimaksud dengan frasa “pihak ketiga yang
berkepentingan” dalam pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada
perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dimana
Pemohonnya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam
amar putusannya menyatakan : Mengabulkan
permohonan Pemohon; 1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal
80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban
atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; 1.2.
Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi
korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan”; Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, maka Pemohon
memiliki kualifikasi secara hukum untuk bertindak sebagai pihakketiga yang
berkepentingan untuk mengajukan Permohonan Praperadilan a quo;
III.
Pokok Permohonan Praperadilan
persoalan pokok dalam
permohonan praperadilan ini adalah bahwa Pemohon (MAKI) mendalilkan bahwa
Termohon (KPK) telah melakukan seolah-olah ”penghentian penyidikan secara
materil” karena membiarkan berlarut-larutnya kasus Bank Century dimana salah
seorang terdakwanya Budi Mulya yang telah di vonnis oleh Pengadilan sampai pada
tahap Kasasi dan telah berkekuatan hukum
tetap ( inkracht van gewijsde ) sejak
tahun 2015, akan tetapi terhadap terdakwa lainnya yang didakwa secara
bersama-sama dengan terdakwa Budi Mulya tidak pernah diproses dan tidak jelas
status hukumnya sehingga dapat
menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan dan pelanggaran terhadap asas
hukum pidana dan hak asasi manusia;
sebagaimana dalam petitum
permohonan Pemohon pada poin 2 dan 3 yaitu agar
menyatakan secara hukum TERMOHON telah melanggar ketentuan dalam Pasal 5 dan
6 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, Pasal 25 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 50, 102 dan 106 KUHAP serta
ketentuan perundangundangan yang berlaku dalam menangani korupsi Bank Century,
sehingga pelanggaran aquo merupakan bentuk penghentian penyidikan secara tidak
sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya atas perkara korupsi
Bank Century, karena tidak ditetapkannya
Boediono , Muliaman D Hadad, Raden Pardede
dkk sebagai Tersangka dalam perkara korupsi Bank Century dan
memerintahkan TERMOHON untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan
tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan
menetapkan tersangka terhadap Boediono,
Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk dan melanjutkannya dengan Pendakwaan dan
Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat
IV.
Putusan Hakim Praperadilan
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI :
− Menolak Eksepsi Termohon
seluruhnya ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk sebagian ;
2. Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum
selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan
Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap
Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang
dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau melimpahkannya kepada
Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan
dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
3. Menolak Permohon Pemohon Praperadilan untuk selain dan
selebihnya;
4. Membebankan biaya perkara kepada Termohon, sebesar NIHIL;
V.
Anotasi.
a.
Legal Standing Pemohon
Sebagaimana putusan MK bernomor 98/PUU-X/2012 dalam
perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam putusannnya dinyatakan
Frasa ‘…pihak ketiga yang
berkepentingan…’ yang terdapat dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak
dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan”.
Frasa “pihak ketiga
yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau
pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
Dengan demikian putusan ini menyatakan bahwa saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan adalah termasuk dalam pengertian
"pihak ketiga yang berkepentingan" sebagaimana diatur dalam Pasal 80
KUHAP yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah
tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.
Dalam putusan MK Nomor 76/PUU-X/2012 walaupun KUHAP tidak
memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, namun menurut Mahkamah, yang dimaksud
dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana
atau pelapor, tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian,
interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal tersebut tidak hanya terbatas
pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas
yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public
interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi
Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk
menegakkan hukum pidana. “Peran serta masyarakat baik perorangan warga
negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama
untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) sangat
diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum,
Selama ini Pemohon praperadilan selama ini aktif dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum secara umum. Selama
itu juga sebelum adannya putusasn Mahkamah Konstitusi pengertian penafsiran
sempit pihak ketiga berkepentingan dibatasi saksi korban dan atau saksi korban
sudah diwakili oleh aparat negara yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.
Dalam permohonan praperadilan ini bernomor :
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, Anantor berpendapat seharusnya Pengadilan Jakarta
Pusat menolak permohonan praperadilan yang dimohonkan oleh MAKI, sebab
dalam hal ini mengacu kepada putusan 21/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Jkt.Pst
dengan terdakwa Budi Mulya pihak yang sangat berkepentingan adalah keluarga
Budi Mulya sendiri yakni istrinya atau anaknya, bukan MAKI meskipun telah ada
putusan MK mengenai tentang pihak ketiga yang berkepentingan.
Praperadilan sendiri Menurut pasal 1 angka
10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah
wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang tentang:
1.
sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.
permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan.
Sementara Pihak-pihak
yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:
1. Permintaan pemeriksaan
tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP).
2. Permintaan untuk
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).
Artinya Keluargalah yang seharusnya mengajukan praperadilan
karena mengapa hanya suami atau bapaknya yang didakwa dalam kasus Bank Century
ini. Sementara nama-nama yang disebutkan jaksa dalam dakwaan Budi Mulya yang
turut serta melakukan perbuatan yang dilakukan oleh Budi Mulya oleh KPK tidak
dilakukan penyidikan lebih lanjut dalam hal ini Boediono dan kawan-kawan. Namun
demikian putusan yang merintahkan termohon dalam hal ini KPK untuk melanjutkan
penyidikan terhadap Bosdiono dkk setidaknya membantu keluarga dalam mencari
keadilan.
b. Kewenangan
Praperadilan
Tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan Pasal
80 KUHAP yang menegaskan “bahwa tujuan dari pada praperadilan adalah untuk
menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal.”
Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan
oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu
benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, benar-benar
proporsional dengan ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan
dengan hukum.
Undang-undang telah memberi otoritas (kewenangan) kepada pejabat
penyidik untuk melakukan tugas dan wewenangnya. Jika dalam pelaksanan tugas dan
kewenangan itu melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, maka lembaga
praperadilan yang akan menilai dari pada tindakan pejabat tersebut apakah di
luar atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang telah diberikan kepadanya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa Praperadilan adalah institusi
yang menguji, menilai, mencari benar/ salah, sah atau tidak tindakan pejabat
yang melakukan upaya paksa terhadap tersangka. Kententuan hukum kewenangan
praperadilan ditegaskan dalam Pasal 1 butir 10, praperadilan adalah wewenang
Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang.
c.
Putusan Pengadilan
melebihi kewenangangannya
Dalam hal ini, putusan Putusan Nomor :
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel menegaskan kejelasan mengenai Penyidikan kasus Bank
Century harus dilanjutkan oleh KPK yang selama ini penyidikannya masuk peti es.
Sebab tidak ada alasan untuk menunda penyidikan karena alat buktinya sudah
cukup seperti hasil audit BPK, adanya saksi adanya audit dokumen-dokumen. Seharusnya
KPK setelah putusan ini langsung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan.
Dalam hal apakah putusan praperadilan Nomor
: 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel melampaui batas?
“ Memerintahkan Termohon untuk
melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century
dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede
dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA)
atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan
dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
Banyak pihak menilai putusan
permohonan praperadilan MAKI, telah melampaui batas kewenangan di mana hakim
praperadilan dianggap telah melakukan perbuatan unprofessional conduct (bersikap
tidak profesional). Dalam hal ini dalam putusannya perintah menyatakan
tersangka adalah kewenangan penuntut umum. Dalam penetapan tersangak dikenal
dengan istilah dominus
litis (kewenangan mutlak) yang dimiliki jaksa. Faktanya,
putusan tersebut hakim memutuskan di luar kewenangannya.
Anator menilai efek dari putusan
praperadilan PN Jaksel yang menyimpang secara fundamental itu menimbulkan
persoalan baru. Sebab, merujuk pada Perma No. 4 Tahun 2016 itu, putusan
praperadilan tidak bisa diajukan upaya hukum biasa (kasasi) maupun luar biasa
(PK). Seharusnya hakim mengadili dan memutus perkara sesuai batas
kewenangannya. Meskipun hakim boleh bersikap progresif, tentu tak boleh pula
melanggar hukum acara pidana, dalam hal ini hukum acara praperadilan. Dalam
objek pemeriksaan praperadilan hanya menyangkut persoalan sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dan penetapan tersangka,
bukan menetapkan tersangka baru dalam putusan praperadilan bukan kewenangan
hakim.
Apakah putusan ini merupakan Penyelundupan Hukum atau fraus
Legis (latin) yang artinya suatu perbuatan yang
dilakukan seseorang guna mendapatkan akibat hukum tertentu (hak)
berdasarkan hukum asing yang apabila didasarkan dengan hukum nasionalnya akibat
hukum tersebut tidak akan terwujud. Dari pengertian tersebut kita dapat
menangkap bahwa ada hakim praperadilan menginginkan suatu akibat hukum
tertentu yang tidak dapat ia wujudkan di negara nasionalnya sehingga
menggunakan hukum negara asing untuk mewujudkannya. Bagaimana caranya agar
dapat menggunakan hukum negara asing ? seseorang dapat menggunakan hukum negara
asing apabila ia sudah memenuhi syarat untuk melakukannya. Anator menilai
putusan ini bukan Fraus legis, karena putusan ini menggunakan pertimbangan
hukum nasional yang berlaku hanya saja sudah dijelaskan oleh anator diatas
penetapan tersangka adalah kewenangan jaksa bukan hakim praperadilan.
Meski demikian, anator
berpendapat putusan praperadilan tersebut tetap bisa dilaksanakan oleh KPK
yakni melanjutkan penyidikan, kecuali amar perintah penetapan tersangkanya
karena sebenarnya putusan praperadilan tidak memeriksa materi pokok
perkara.karena perkara ini sudah 7 tahun tidak ada perkembangan dan membuat
public bertanya-tanya atas proses lanjutan kasus Bank Century. KPK harus menaati putusan ini sebab setiap
putusan hakim memang harus ditaati dan dihormati dan MA yang mewadahi profesi hakim tidak boleh
melanggar independensi hakim dalam memutus perkara termasuk putusan
praperadilan. Putusan hakim tidak bisa diintervensi, tetapi atasannya dapat
menilai putusan tersebut. Putusan praperadilan yang telah diputus oleh hakim
praperadilan tetap sah dan mengikat.
Akhir kalam anator menilai jika KPK
melanjutkan penyidikan terhadap kasus ini maka, tidak mungkin Boediono dkk akan
melakukan praperadilan kembali mengingat kasus Budi Mulya telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Di
dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian
dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
berkaitan perkara pidana yaitu dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang berbunyi:
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap” adalah :
1. putusan pengadilan
tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang
ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
2. putusan pengadilan
tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
3. putusan kasasi.
Dalam hal ini Budi Mulya telah melakukan upaya kasasi ke
mahkamah agung dan telah diputus oleh Majelis Hakim Kasasi dengan ditolaknya
Kasasi Budi Mulya sebagaimana Putusan Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 861 K/PID.SUS/2015
Tahun 2015 dan belum ada upaya peninjauan kembali.
No comments:
Post a Comment