madrasah

Friday, May 25, 2007

Mathla'ul Anwar Sinergikan Pendidikan, Dakwah, dan Ekonomi Rakyat

Republika online

Jumat, 29 Juli 2005Mathla'ul Anwar Sinergikan Pendidikan, Dakwah, dan Ekonomi Rakyat
Banyak catatan penting yang digarisbawahi dalam muktamar yang telah berakhir dua pekan lalu itu. Antara lain, segenap anggota MA bertekad untuk melakukan revitalisasi di bidang organisasi, dakwah, dan pendidikan. Revitalisasi akan dilaksanakan melalui tiga amal, yakni konsolidasi organisasi, pendidikan, dan dakwah. Revitalisasi konsolidasi organisasi dinilai perlu dilakukan agar seluruh warga MA bisa meningkatkan rasa memiliki, mau memelihara, dan mengembangkan organisasi.
Sebenarnya, pengembangan kegiatan MA mulai diintensifkan sejak tahun 1991 sebelum pelaksanaan muktamar XIV. Banyak pengamat melihat kiprah MA tak lagi hanya berkutat di desa-desa, melainkan sudah aktif berkiprah di wilayah perkotaan. Mengutip diktat berjudul Rekam Jejak Mathla'ul Anwar garapan Jihaduddin SAg MM dan Ir Ahmad Mukhlis Yusuf, ketika itu kegiatan organisasi terus meningkat secara kuantitatif dan kualitatif. Di bawah kepemimpinan HM Irsyad Djuwaeli, cakupan daerah MA kian bertambah dari semula 14 propinsi menjadi 24 propinsi.
Begitu pula pembinaan bidang pendidikan semakin ditingkatkan. Ini antara lain ditandai bertambahnya jumlah gedung sekolah baik tingkat diniyah, tsanawiyah dan aliyah. Bangunan sekolah yang sudah ada direnovasi serta dilakukan penguatan kurikulum mata pelajaran. Pihak pengurus pun membuat banyak program terobosan. Seperti misalnya program pengumpulan dana wakaf/hibah firdaus yang dikenal dengan 'Dana Firdaus' bekerjasama dengan BRI. Tak kalah penting adalah program pengentasan kemiskinan dalam rangka meningkatkan kualitas sosial ekonomi pemuda desa.
Dalam masa itu MA dapat membangun komplek Universitas Mathla'ul Anwar di Cikaliung, Pandeglang, Banten. Di dalamnya juga terdapat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mathla'ul Anwar (STIEMA) serta Madrasah Aliyah Keagamaan Mathla'ul Anwar (MAKMA). Komplek yang dilengkapi asrama dan pondok pesantren tersebut memiliki luas sekitar tujuh hektar. Wakil Presiden RI meresmikannya tahun 1993.
Usai pelaksanaan Muktamar XVII, Ketua Umum MA, Irsyad Djuwaeli, menegaskan MA akan kembali fokus membina bidang pendidikan dan dakwah. Selain itu, program kegiatan ekonomi kerakyatan juga bakal lebih dikembangkan yang bertujuan untuk membangkitkan pendidikan agar bisa berjalan dengan baik. "Tanpa ekonomi, pendidikan akan kesulitan, dan kualitas pendidikan pun sukar terwujud," kata dia.
Menurutnya lagi, MA dalam hal ini akan mengarahkan pendidikan dan dakwah yang dipadukan dengan gerakan ekonomi rakyat. Bila sistem itu terpadu dengan baik, insya Allah akan bisa menuntaskan persoalan di bidang pendidikan, terutama menurunkan jumlah anak yang tidak sekolah. Seperti efek domino, jika ekonomi masyarakat sudah mapan, pendidikan anak-anak pun akan meningkat.
Adapun bentuk kegiatan ekonomi kerakyatan yang akan diperjuangkan, tergantung dari potensi di setiap daerah. Misalkan daerah-daerah yang memproduksi air minum, perkayuan, atau produksi makanan, maka warga MA bisa ikut ambil bagian memberikan investasi. MA juga akan mulai penjajakan terhadap perusahaan-perusahaan yang bersifat sharing. Muktamar MA XVII dan HUT ke-89 secara resmi ditutup oleh Ketua DPR RI Agung Laksono.
MA mempunyai catatan sejarah yang panjang. Tahun 1908, dalam rangka mendirikan Syarikat Dagang Islam (SDI), H Samanhudi mengunjungi rekan-rekannya sesama ulama yang tinggal di sekitar wilayah Menes, Pandeglang. Di antara yang ditemui adalah KH Tb Mohammad Sholeh dari Kampung Kananga dan KH E Mohammad Yasin dari Kaduhawuk. Mereka kemudian mengadakan pertemuan membicarakan persoalan umat.
Semua yang hadir akhirnya sepakat membentuk suatu majelis pengajian yang diasuh bersama. Pada perkembangannya majelis pengajian tersebut dijadikan lembaga muzakarah dan musyawarah dalam memerangi permasalahan yang dihadapi umat. Mereka mengharap 'muncul seberkas sinar di tengah kegelapan.' Inilah yang selanjutnya dipilih menjadi nama Mathla'ul Anwar, yang berarti "tempat lahirnya cahaya".
Berbeda dengan H Samanhudi yang melihat masalah umat dari segi ekonomi dan membentuk SDI, KH E Moh Yasin justru ingin meningkatkan kualitas pendidikan umat. Menurutnya, ilmu pengetahuan merupakan bekal menuju kebangkitan sebuah bangsa.
Atas dasar itulah, mereka setuju mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam. Nantinya lembaga dikelola berjamaah dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu agama Islam. Untuk tujuan tersebut, para ulama bersepakat menyangkut bentuk lembaga pendidikan ini yang tak lagi bersifat tradisional seperti pesantren namun harus berupa madrasah.
Masalah muncul manakala para ulama merasa belum memiliki pengetahuan memadai. Namun hal tersebut tidak sampai berlarut-larut setelah ada usulan untuk memanggil pulang seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah. Pemuda itu bernama KH Mas Abdurrahman bin Mas Jamal.
Akhirnya tanggal 10 Juli 1916, diadakan musyawarah untuk membuka sebuah madrasah. Sementara kegiatan belajar mengajar secara resmi baru berlangsung tanggal 9 Agustus 1916. Terpilih sebagai mudir/direktur adalah KH Abdurrahman bin Mas Jamal dan presiden bistirnya KH E Moh Yasin. Dua tokoh inilah yang meletakkan dasar MA hingga saat ini.( yus )

No comments: